JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice terhadap 2 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya.
Alasan penghentian penuntutan perkara itu adalah telah ada perdamaian antara korban dan tersangka. "Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana melakukan ekspose dan menyetujui 2 permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, " kata Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana, dalam keterangannya, Senin (16/1/2023).
Adapun 2 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan restorative justice yaitu,
1. Tersangka RENGKI SAPUTRA als RENGKI bin JOHAN dari Kejaksaan Negeri Kepahiang yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.
2. Tersangka AFDALUL PUTRA PGL AFDAL bin ISEL dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi, " ujar Ketut Sumedana.
Selain itu, Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Sedangkan alasan pertimbangan sosiologis, Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (**)